JAKARTA - Pelecehan seksual yang terjadi di atas KRL seakan menjadi bagian dari pemandangan biasa sehari-hari dari padatanya aktivitas warga kota besar, pengguna transportasi massal tersebut.

Umumnya, mereka yang menjadi korban pelecehan seks tidak bisa berbuat banyak. Hanya pasrah dengan keadaan, meski perlakuan yang sama setiap saat terus mengancam. KLR Ekonomi merupakan moda favorit bagi kelas menengah ke bawah, lantaran tiket murah dan
cepat meski aspek keamanan, kenyamanan dan keselamatan terbaikan.

Menurut Nurdin, pengguna KRL Ekonomi jurusan Kota-Bogor yang juga mengais rezeki dengan berjualan koran, pelecehan seksual di kereta sudah biasa terjadi.

"Memang benar bang, kalau di KRL banyak pelecehan seks. Rata-rata pada nongolin anunya dan korbannya nggak sadar. Kalau ada yang sadar juga nggak berani gapa-ngapain," tuturnya kepada okezone.

Sayangnya, kata Nudin, sampai saat ini tidak ada dari penumpang KRL yang menjadi korban pelecehan seksual melaporkan peristiwa tidak senonoh yang menimpanya. Wanita yang menjadi korban pelecehan seksual terpaksa diam karena malu.

"Kalau pun ada yang ngelapor, nggak ditanggepin. Sedangkan di sini sekuritinya juga banyak yang begitu (tangan usil)," ungkap Noodin.

Pedagang koran yang sudah beberapa tahun hidup di kereta ini memaparkan sejumlah jalur kereta yang kerap terjadi kasus pelecehan seks. Semuanya merupakan jalur kereta yang padat penumpang.

"Kalau mau pelajarin, naik kereta jurusan Rangkasbitung, Patas Purwakarta, Serayu (jurusan
Bandung). Kalau Jakarta, KRL Bogor- Tebet-Manggarai, Depok," bebernya.

Menurut Nurdin, tidak hanya orang yang kebetulan memanfaatkan padatnya penumpang dengan membiarkan tangan dan mata jahilnya berbuat cabul. Namun ada juga penumpang yang sengaja mencari sasaran eksploitasi seksualnya dengan mondar-mandir naik kereta saat sesak penumpang, yakni jam berangkat dan pulang kantor atau pagi dan sore menjelang malam.

"Ada orang-orang yang memang sengaja naik kereta hanya untuk itu doang (cabul)," ungkap Nurdin yang menyebutkan marakanya pelecehan seksual di atas KRL mulai tahun 1996 ketika banyak warga yang bekerja di kota-kota besar seperti Jakarta dan sekitarnya.

Sementara itu, Yani, seorang karyawan swasta di Jakarta dan tinggal di Depok mengaku sempat menjadi korban pelecehan seksual saat menumpang KRL Ekonomi. "Saya terpaksa naik KRK Ekonomi dari Depok karena terlambat," ujarnya yang biasa naik KRL Patas AC dari
Statsiun Depok Baru.

Penumpang KRL Ekonomi Depok-Kota sejak awal berangkat dari Stasiun Depok Lama sudah penuh penumpang karena jam berangkat kantor. "Tas saya sempat ada yang narik-narik, malahan ada tangan yang megang-megang pinggang dan paha," tutur Yani mengenai pengalaman pahitnya.

Bahkan, ungkap dia, temannya sempat menerima perlakuan tak sonoh dari penumpang KRL, gara-gara berdesak-desak dalam gerbong kereta yang sebenarnya sudah tidak manusiawi lagi saking padatnya. "Ada penumpang cowok kayaknya lagi mabuk dan sentuh bagian dadanya. Dia sempet marah dan membentak pelaku," cerita Yani yang mengaku kapok naik KRL Ekonomi.

Hal senada dikemukakan Andini, seorang mahasiswi sebuah perguruan tinggi ternama. Menurut dia, banyak tangan usil di atas kereta. Namun sampai saat ini, Andini bersyukur belum mengalami hal yang tidak menyenangkan tersebut.

"Untungnya sih belum, jangan sampai deh. Tapi kalau denger dari temen sih pernah mas, kayak dicolek-colek gituh," cerita dia.

Andini punya kiat sendiri sehingga bagian tubuh sensitifnya luput dari jamahan tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab. "Intinya sih kita harus bisa jaga diri. Jangan sampai kita dilecehin dan diem aja. Teriak kek, atau kita omelin aja kalau liat orangnya," tandas Andini seraya mengimbau PT KAI agar memperketat penjagaan dan pengawasan di dalam kereta.

Tambah dia, PT KAI juga harus peduli dengan kondisi kereta yang over kapasitas dan menertibkan pedagang, pengamen, serta pengemis. "Kalau bisa sih jumlah penumpang dibatasi biar aman dan nyaman. Masalahnya kadang-kadang pengamen dan pedagang juga suka reseh.
Tapi kalau saya liat di Semarang, stasiunnya sudah agak rapih dan teratur. Ya, seharusnya di Jakarta bisa juga kayak gitu," harapnya.


Bookmark and Share

0 komentar:

Posting Komentar